Kesedihan lah yang mengiringiku ketika harus mengingat kembali peristiwa ini.
Kejadian ini harus terjadi pada bulan September 2010 lalu, pamanku berpulang ke rumah Tuhan.
Kisah ini bermula ketika pamanku mulai merasakan adanya rasa sakit di lehernya, pada awalnya paman ku hanya menganggap hal sepele dan tidak bercerita ke tante dan anaknya.
Kemudian, lama kelamaan rasa sakit itu semakin terasa dan leher pamanku semakin membesar, sejak saat itu pamanku mulai tinggal di rumahku bersama istrinya.
Semula kami masih berharap bahwa kesembuhanlah yang nantinya akan dirasakan oleh pamanku, namun semakin hari semakin parah, pamanku semakin lama semakin sulit berbicara.
Pamanku sudah kuanggap sebagai sosok Ayahku, karena kami sangatlah dekat, dan beliau sering menasehatiku dengan kata-kata bijaknya. Hal ini disebabkan Ayahku yang sudah lama tiada semenjak aku kecil.
Segala jerih upaya telah dilakukan oleh Ibuku dan istrinya demi kesembuhan beliau. Namun kami belum melihat tanda-tanda kesembuhan.
Hingga akhirnya pamanku masuk rumah sakit, pada awalnya akan dilakukan operasi pada lehernya, namun paman menolak hal itu, karena beliau mengerti kondisi keluarga disebabkan biaya operasi yang pastinya sangat mahal.
Hingga pada suatu ketika Tuhan berkehendak lain, pada sore hari Ibuku mendapat kabar bahwa pamanku sudah tidak bernafas, Ibuku pun langsung menangis seketika saat mendengar kabar tersebut, karena bagi Ibuku, paman adalah adik kesayangannya yang paling dekat dengan Ibu dan karena itu Ibuku sangat terpukul.
Begitu pula dengan aku, aku pun langsung meneteskan air mata dan langsung teringat saat-saat dimana kami menonton sepak bola Piala Dunia bersama, teringat kembali nasehat-nasehat beliau kepadaku.
Manusia memang boleh berencana, namun tetaplah Tuhan yang berkehendak, kini Pamanku sudah tenang disana dan tidak merasakan rasa sakit yg pernah dirasakannya.
Selamat Tinggal paman, perjuanganmu hingga akhir tidak sia-sia.
We love you tulang..
In memoriam Thomson Sihombing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar