Dengan menggunakan teknologi yang memanfaatkan tenaga listrik otak,
seorang pasien yang mengalami kelumpuhan suatu hari bisa "memikirkan"
kakinya untuk bergerak.
Para peneliti di Universitas California bagian Neurosains Komputasional
telah mengembangkan teknologi yang untuk pertama kalinya memperkenankan
para dokter dan ilmuwan untuk secara non invasif mengisolasi dan
mengukur aktifitas listrik otak pada orang-orang yang sedang bergerak.
Teknologi ini merupakan komponen kunci sejenis antarmuka komputer otak
yang akan memungkinkan eksoskeleton robotik yang dikontrol oleh pikiran
pasien untuk menggerakkan anggota badan pasien tersebut, kata Daniel
Ferris yang merupakan profesor di School of Kinesiology Universitas Michigan dan penulis makalah yang menjabarkan penelitian tersebut.
"Tentu saja hal tersebut tidak akan langsung terjadi tapi satu langkah
menuju situasi di mana hal itu mungkin dilakukan ialah kemampuan untuk
merekam gelombang otak ketika seseorang sedang bergerak," kata Joe Gwin
yang merupakan penulis pertama makalah tersebut dan seorang lulusan
peneliti mahasiswa tingkat doktoral di School of Kinesiology dan Bagian Mekanika Rekayasa. Demikian seperti yang dikutip dari Physorg, Selasa (02/11/10).
Dengan teknologi ini, para ilmuwan dapat menunjukkan bagian-bagian otak
yang diaktifkan dan tepatnya kapan bagian-bagian tersebut diaktifkan
ketika para subyek bergerak dalam lingkungan alami. Sebagai contoh,
ketika kita berjalan, sinyal-sinyal yang berasal dari bagian-bagian
tertentu di otak yang berfungsi sebagai pesan akan dikirimkan dari otak
menuju otot-otot. Jika para ilmuwan mengetahui di mana impuls otak
terjadi, mereka bisa menggunakan informasi letak tersebut untuk
mengembangkan berbagai aplikasi. Sebelumnya para ilmuwan hanya bisa
mengukur aktifitas listrik otak pada pasien-pasien yang tidak bergerak.
Ferris mengibaratkan pengisolasian aktifitas listrik otak ini seperti
menempatkan sebuah mikrofon di tengah-tengah sebuah simfoni untuk
membedakan hanya instrumen-instrumen tertentu di wilayah-wilayah
tertentu, misalnya obo di kursi pertama, atau biola. Selayaknya dalam
sebuah orkestra, ada banyak sumber suara dalam otak yang menghasilkan
aktifitas listrik berlebihan, atau derau. Bahkan elektroda itu sendiri
menghasilkan derau atau noise ketika bergerak dalam kaitan dengan sumbernya.
Para peneliti mengidentifikasi aktifitas otak yang akan diukur dengan
cara melekatkan banyak sensor ke subyek yang sedang berjalan atau
berlari pada alat treadmill. Kemudian mereka menggunakan pencitraan
resonansi magnetik pada bagian kepala untuk mengetahui dari bagian otak
mana aktifitas listrik tersebut berasal. Dengan cara ini, para ilmuwan
bisa melokalisasi sumber-sumber aktifitas otak yang ingin diketahui dan
mengabaikan aktifitas lain jika tidak berasal dari otak.
Ferris yang juga memiliki posisi di rekayasa biomedis mengatakan ada
sekumpulan alasan para ilmuwan bisa melakukan tipe pengukuran ini
sekarang ketika hal tersebut tak mungkin dilakukan beberapa tahun lalu.
Para kolega di Swartz Center for Computational Neuroscience
menemukan alat komputasional untuk melakukan pengukuran secara non
invasif pada orang-orang, dan tanpa alat tersebut pengukurannya menjadi
sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan. Kedua kelompok peneliti
kemudian berusaha ke depan dan mencoba pengukuran tersebut pada
subyek-subyek yang sedang berjalan atau berlari.
Lagi pula, elektroda sudah lebih sensitif dan memiliki sinyal yang lebih baik terhadap rasio derau, katanya.
Pihak militer juga tertarik dengan jenis teknologi ini yang bisa
digunakan untuk mengoptimalkan performa tentara dengan cara memonitor
aktifitas otak para tentara di lapangan untuk mengetahui kapan para
tentara sedang dalam performa puncak. Teknologi tersebut bisa juga
membantu pihak militer memahami bagaimana informasi bisa dengan cara
terbaik diberikan dan ditangani oleh para tentara.
Malahan, industri atau organisasi manapun yang tertarik untuk memahami
bagaimana otak dan tubuh berinteraksi, bisa mengambil manfaat dengan
mengetahui bagaimana otak berfungsi selama melakukan aktifitas yang
ditentukan.
"Kami bisa membayangkan otak para pasien dengan jenis gangguan
neurologis berbeda, dan kami mungkin bisa menargetkan rehabilitasi
kepada kelompok pasien yang menunjukkan gejala-gejala yang sama," tutur
Gwin. "Jika kita bisa membayangkan otak tersebut saat menjalani beberapa
rehabilitasi ini, kami bisa mendesain perawatan-perawatan yang lebih
baik."
Studi ini dipublikasikan di jurnal Frontiers.
http://www.frontiersin.org/human_neuroscience/10.3389/fnhum.2010.00202/abstract
Sumber : http://sainspop.blogspot.com/2010/11/memanfaatkan-tenaga-listrik-otak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar