VIVAnews - Peneliti bedah saraf Amerika Serikat
berpendapat bahwa orang dengan kondisi otak mati, berpotensi tetap hidup
dalam jangka lama, meski berisiko berkembang tak sempurna, atau penuh
risiko.
Melansir LiveScience, Senin 6 Januari 2014, Diana Greene
Chandos, asisten profesor bedah saraf dan neurologi Ohio State
University Wexner Medical Center tersebut, menyampaikan hal itu menyusul
kasus gadis usai 13 tahun dari Oakland California, AS, Jahi McMath yang
dinyatakan mati otak oleh tim dokter yang merawatnya sebulan lalu.
Namun, hingga kini McMath masih tetap dipertahankan hidupnya dengan bantuan teknologi, dengan dukungan ventilator.
Sebelumnya, terkait pasien dengan otak mati yang dapat
dipertahankan hidupnya, pernah menjadi pembahasan pada 1950-an di
Prancis, dengan enam pasien yang terus hidup selama dua hingga 26 hari
tanpa aliran darah ke otak.
Tetapi, untuk kasus McMath, hakim setempat telah memerintahkan untuk mematikan mesin bantuan pada pekan depan.
Hukum AS dan banyak negara lain mengatakan, seseorang secara hukum
dinyatakan meninggal jika secara permanen telah mati otak, kehilangan
seluruh pernapasan dan fungsi peredaran darah. Dalam kasus McMath, tiga
dokter yang merawatnya menyimpulkan gadis itu telah mati otak.
Greene Chandos mengatakan sistem intrinsik jantung masih menjaga
organ denyut untuk waktu singkat setelah seseorang mengalami mati otak.
Ia menambahkan, tanpa bantuan ventilator, denyut akan berhenti
dengan sangat cepat, biasanya tak kurang dari satu jam. Sementara itu,
dengan dukungan ventilator ini, proses biologi ginjal, fungsi lambung
dapat berjalan selama satu pekan.
Kenneth Goodman, direktur program Bioetika Universitas Miami mengatakan bahwa fungsi tersebut tak berarti orang masih hidup.
"Jika mati otak, Anda mati. Tapi, dengan bantuan teknologi, kita
bisa membuat tubuh melakukan beberapa hal yang harus dilakukan ketika
Anda masih hidup," kata Goodman.
Keberadaan otak sangat vital. Tanpa otak, tubuh tak mengeluarkan
hormon penting yang dibutuhkan untuk proses biologis, misalnya lambung,
ginjal, dan fungsi kekebalan tubuh.
Greene Chandos menegaskan, tekanan darah normal juga tergantung
pada kehidupan otak. Dan, orang dengan otak yang mati biasanya tak akan
bertahan dalam waktu lama. Pemasangan ventilator hanya menunda
kematian.
"Jika semua kriteria kematian otak terpenuhi, cukup jelas tak ada lagi yang tersisa," ujar Greene-Chandos.
Meski menilai orang dengan otak mati kecil kemungkinan bertahan
hidup, Greene-Chandos juga punya pendapat yang membangunkan harapan
pasien. Dengan bantuan teknologi terkini, adanya ventilator, tambahan
tekanan darah dan hormon, ia meyakini, secara teori tubuh orang dengan
otak mati dapat bertahan dalam waktu yang lama, bahkan tanpa batas
waktu.
Sumber : http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/471283-peneliti--otak-mati--tubuh-dapat-hidup-dalam-waktu-lama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar